Setiap perusahaan, kantor, toko, pabrik, dan lainnya, memiliki jam kerja yang berbeda-beda. Namun, jam kerja yang diterapkan tempat kerja tentunya merujuk pada peraturan Pemerintah, yang tercatat dalam Undang-undang.
Mungkin kamu sendiri juga pernah merasakan, bagaimana perbedaan jam kerja di tempat kerja yang satu dan yang lainnya. Atau mungkin, kamu dan temanmu atau orang tua, juga memiliki jam kerja yang berbeda di tempat kerja mereka.
Misalnya, kamu bekerja di perusahaan dengan jam kerja, mulai dari jam 09.00 – 18.00. Lalu, ada temanmu yang bekerja di bank, yang memiliki jam kerja lebih pagi, yakni dimulai dari jam 07.00 – 05.00.
Meski tidak berbeda jauh, tapi mengapa jam kerja tiap perusahaan berbeda-beda? Nah, agar kamu bisa lebih memahaminya, terlebih untuk menambah pengalaman dan persiapan, mari simak pengertian dari working hour terlebih dahulu.
Definisi Jam Kerja
Jam kerja atau working hour merupakan waktu yang digunakan pegawai atau karyawan, untuk melakukan pekerjaan di perusahaan tempat mereka bekerja, baik pada pagi hari, siang hari atau malam hari.
Untuk durasi waktu bekerja setiap harinya, setiap perusahaan tentunya telah mengatur jam sedemikian rupa, agar karyawannya bisa bekerja dengan produktif, sekaligus bisa menerima hak-haknya.
Memaksakan karyawan untuk bekerja dengan jam kerja yang tidak wajar, bisa menurunkan produktivitas dalam bekerja, misalnya karyawan dipaksa bekerja lebih dari 55 jam dalam satu minggu.
Baca Juga: Pahami Cuti Karyawan. Ternyata Ada Perhitungannya Loh!
Padahal, dalam UU No.1 Tahun 1951 juga disebutkan bahwa, pekerja tidak boleh menjalankan pekerjaan dalam satu hari lebih dari tujuh jam dan tidak boleh lebih dari 40 jam dalam seminggu.
Selain mengganggu produktivitas, jam kerja berlebihan juga tidak baik untuk kesehatan.
Ada 2 Skema Jam Kerja di Indonesia
Dalam aturannya di Indonesia, saat ini skema kerja dibagi menjadi 2, dimana perusahaan bisa memilih diantara dua pilihan skema tersebut.
Adapun aturan tersebut juga telah tercatat berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, pasal 77, yang berbunyi:
- Skema kerja 6 hari dalam seminggu: Bekerja 7 jam sehari atau 40 jam seminggu.
- Skema kerja 5 hari dalam seminggu: Bekerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Intinya sama, namun pilihan tersebut sangat berpengaruh terhadap produktivitas karyawan dan jenis bidang perusahaan itu sendiri. Namun, mayoritas perusahaan memilih dan menerapkan aturan waktu kerja 5 hari dalam seminggu.
Jadi, masuk dari hari Senin – Jumat, dengan durasi 8 jam kerja setiap harinya. Sehingga, jika ditotalkan perusahaan memiliki jumlah efektif hari kerja karyawan, sebanyak 22 hari setiap bulannya, dan sebanyak 260 hari kerja dalam setahun.
Jam Kerja di Sektor Usaha Tertentu
Tidak bisa dipukul rata, karena jenis sektor usaha di Indonesia juga beragam. Jadi, jam kerjanya juga akan menyesuaikan. Bahkan, untuk perusahaan dengan sektor-sektor usaha tertentu juga ada ketentuan khususnya.
Pengecualian tersebut tercatat dalam Pasal 21 ayat (3) pada PP No.35/2021 atau Pasal 77 ayat (3) UU No.13/2013.
Misalnya, ada perusahaan yang memiliki durasi kerja yang lebih sedikit atau yang lama. Seperti usaha yang membutuhkan jam operasional 24 jam, dan tidak pernah berhenti.
Nah, biar kamu semakin paham, aturan ini juga bisa dilihat berdasarkan sistem atau aturan khusus. Seperti jam kerja shift, jam lembur, waktu istirahat, jam kerja wanita hamil atau haid, hingga saat pandemi.
Ketentuan Berdasarkan Sistem atau Aturan Khusus
Ketentuan Jam Kerja Sistem Shift
Mungkin kamu sudah tidak asing dengan sistem kerja shift, dimana kerja shift bisa mencakup kerja pada malam hari atau dini hari. Bahkan, di Undang-undang Ketenagakerjaan atau Undang-Undang Cipta Kerja, juga telah tercatat aturan dan ketentuan shift kerja karyawan.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI KEP.233/MEN/2003, tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan secara Terus-Menerus, pemerintah telah memberi izin tepatnya di pasal 2.
Maksud pemerintah terkait perusahaan yang dianggap memiliki sifat pekerjaan terus-menerus atau operasional 24 jam , diantaranya adalah:
- Bidang pelayanan jasa kesehatan (rumah sakit, klinik, dokter 24 jam).
- Bidang pelayanan jasa transportasi dan perbaikan transportasi (bandara, terminal, stasiun).
- Bidang ritel dan sejenisnya (seperti minimarket 24 jam).
- Bidang media massa (radio, televisi, media online, dan lain-lain).
- Bidang pengamanan (satpam).
- Bidang usaha pariwisata (hotel).
- Bidang jasa pos dan telekomunikasi.
- Bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih, dan penyediaan bahan bakar migas.
- Bidang lembaga konservasi.
- Bidang pekerjaan lainnya yang apabila dihentikan dapat mengganggu produksi atau merusak bahan.
Ketentuan Jam Kerja saat Lembur
Di situasi tertentu, mungkin perusahaan mengharuskan karyawan untuk lembur. Adapun lembur adalah, penambahan waktu kerja dari jam kerja normal.
Tidak sembarangan menyuruh karyawan lembur hingga larut malam, perusahaan tentunya menerapkan sistem lembur berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Jadi, perusahaan tidak boleh sembarangan menyuruh karyawannya lembur, dengan durasi yang tidak normal. Karena dalam undang-undang sudah dijelaskan bahwa karyawan hanya diperbolehkan lembur selama tiga jam setiap harinya.
Namun, kini ada perubahan peraturan dalam klaster ketenagakerjaan di Undang-Undang Cipta Kerja. Dimana perusahaan memperbolehkan karyawannya melakukan kegiatan lembur maksimal empat jam sehari.
Apakah penambahan waktu bekerja akan menambah gaji karyawan? Tentu! Karena perusahaan yang menyuruh karyawannya untuk bekerja lembur, wajib membayar upah lembur mereka.
Ketentuan Jam Kerja Aturan Khusus untuk Wanita Hamil dan Haid
Ketentuan jam ini khusus untuk wanita hamil dan haid atau menstruasi ternyata tercatat dalam Undang-undang loh! Pasalnya, kondisi wanita hamil dan haid (hari pertama dan kedua jika sakit), pasti kurang fit dan maksimal saat bekerja.
Sehingga, Undang-Undang Ketenagakerjaan akhirnya juga mengatur hal ini. Jadi, menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, ketentuan jam kerja untuk wanita yang nyeri saat menstruasi, diperbolehkan untuk tidak masuk kerja pada hari pertama dan kedua menstruasi.
Tidak semua wanita mengalami hal demikian, jadi ketentuan tersebut dikhususkan untuk wanita yang mengalami gejala nyeri menstruasi berat. Sehingga aturan jam kerja tersebut bisa membantu meringankan kondisinya.
Tapi, sayangnya tidak semua perusahaan menerapkan kebijakan ini, sehingga aturan ini tidak bisa dirasakan oleh seluruh karyawan wanita. Namun, jika perusahaan tempatmu bekerja sudah memiliki aturan cuti menstruasi, maka kamu wajib memberitahu kondisinya kepada pihak perusahaan.
Jadi, kamu bisa istirahat dan memulihkan kondisi selama sehari atau dua hari kerja. Selanjutnya, aturan jam kerja untuk wanita hamil, dimana perusahaan wajib memberikan cuti melahirkan.
Cuti ini bisa diambil oleh karyawan wanita yang hamil, baik sebelum atau setelah melahirkan. Adapun masai cuti yang diberikan ialah 3 bulan, yang biasanya dibagi menjadi 1,5 bulan sebelum melahirkan, dan 1,5 bulan setelah melahirkan.
Meski tidak bekerja selama 3 bulan, namun jenis cuti ini termasuk cuti berbayar, karena peraturan tersebut juga telah tercatat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Ketentuan Jam Istirahat Kerja
Jangan main-main dengan jam istirahat, karena waktu istirahat juga diatur dalam undang-undang. Jadi, aturannya adalah waktu istirahat paling sedikit yakni selama setengah jam, setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus.
Misalnya, ada seorang karyawan sudah berada di kantor selama 9 jam, Ia masuk dari jam 09.00 – 18.00, maka waktu kerja karyawan tidak dihitung sembilan jam, tetapi 8 jam dengan waktu istirahat 1 jam.
Bukan untuk digunakan hal-hal yang membuang-buang waktu, jam istirahat harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Misalnya untuk makan, sekadar jeda dari pekerjaan, atau beribadah.
Jam Kerja Saat Pandemi Covid-19
Saat pandemi Covid-19, mayoritas karyawan tidak diperbolehkan bekerja di kantor, alias work from home. Maka dari itu, semenjak pandemi, Menteri Ketenagakerjaan RI sesegera mungkin menandatangani Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No.104 tahun 2021, tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi (Covid- 19).
Adapun aturan tersebut bisa dijadikan acuan perusahaan, dalam pelaksanaan hubungan kerja dengan para karyawan, selama masa pandemi Covid19. Setidaknya ada 3 pedoman yang dibuat, yakni sebagai berikut:
- Pelaksanaan sistem kerja selama pandemi COVID-19
- Pelaksanaan upah dan hak-hak pekerja
- Langkah-langkah pencegahan pemutusan hubungan kerja
Seiring berjalannya waktu dan kondisi mulai membaik, kebijakan tersebut mulai menyesuaikan kembali. Namun, masih tetap dalam sistem kerja selama pandemi.
Sebagian perusahaan sudah menerapkan work from office kembali, atau menerapkan kapasitas 50%-50%. Tapi, ada juga perusahaan yang justru melanjutkan sistem kerja WFH, karena dirasa lebih fleksibel.
Kesimpulan
Apapun sistem atau skema kerja yang diterapkan perusahaanmu, yang penting data kehadiran karyawan tetap tercatat dengan jelas. Agar lebih praktis tanpa rekap-rekap manual, kamu bisa gunakan software atau aplikasi absensi online seperti AqtiveHR by Maserp.
Dengan absensi online dari AqtiveHR, perusahaanmu bisa melacak, memantau, dan mengecek jam kerja karyawan dengan mudah. Dengan mengetahui jam kerja karyawan, perusahaan jadi lebih mudah dalam menganalisis kinerja, hingga perhitungan gaji.
Di AqtiveHR juga bisa membantu HR dan finance untuk menghitung gaji karyawan, dengan fitur Payroll. Fitur unggul lainnya yang dimiliki AqtiveHR juga tidak kalah bermanfaat.
Mulai dari Reimbursement, Database Employee, hitung Pajak PPh21, Broadcast Messages, dan masih banyak lagi.
Yuk beralih dari format absensi manual ke absensi online yang bisa permudah pekerjaan HRD di perusahaan kamu. Baik perusahaan skala kecil maupun besar, semua bisa menggunakan software dari AqtiveHR by MASERP ini!
Untuk penggunaan software sesuai kebutuhan perusahaan dan informasi selengkapnya tentang AqtiveHR, kamu bisa lakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli kami, secara gratis!